Beberapa dekade yang lalu, rapat direksi dipenuhi laporan tebal yang bertumpuk dan grafik statis serta diskusi yang dipenuhi frasa, dan keputusan strategis banyak bergantung pada intuisi dan pengalaman dari para pengambil keputusan. Hal ini mungkin relevan pada saat itu, karena perubahan pasar berjalan lambat, namun hari ini, situasi berbeda.
Perubahan terjadi dengan sangat cepat, perilaku konsumen berubah secara signifikan, teknologi mendisrupsi pasar tanpa peringatan, dan krisis global bisa meledak dalam hitungan menit. Dalam situasi ini, intuisi saja tidak cukup bahkan hanya mengandalkan intuisi, bisa menjadi titik awal kejatuhan. Diperlukan pendekatan yang berbeda, pendekatan yang dapat memantau perubahan secara akurat. Fakta yang terjadi dituangkan dalam bentuk data-data, yang kemudian dianalisis untuk menjadi informasi berharga sebagai dasar bagi pengambilan keputusan yang dapat dipertanggungjawabkan. Organisasi perlu mengubah pendekatannya dalam mengambil keputusan dengan pendekatan Data Intelligence.
Banyak organisasi merasa sudah “data-driven” hanya karena melakukan analytics, padahal, itu baru tahap awal. Terdapat perbedaan antara Data Analytics dan Data Intelligence.
Data Analytics adalah kemampuan untuk membaca masa lalu dan menemukan pola, sedangkan Data Intelligence adalah kemampuan untuk memberikan arahan ke depan, serta menggabungkan data, konteks, dan algoritma dengan memanfaatkan Artificial Intelligence (AI).
Jika Data Analytics seperti kaca spion, maka Data Intelligence adalah GPS real-time yang bisa memprediksi kemacetan dan memberi rute alternatif.
Inilah pergeseran dari "menganalisis" menjadi "mengarahkan".
Rapat modern masa kini menghadirkan simulasi interaktif, di mana AI menampilkan kemungkinan, lengkap dengan konsekuensi finansial dan operasional.
Eksekutif bisa melihat dampak kenaikan harga, krisis geopolitik, atau perubahan rantai pasok secara langsung. Keputusan yang dulu butuh berminggu-minggu bisa diambil dalam hitungan jam, dan peran manajer pun berubah, mereka bukan sekadar Data Interpreters, tapi menjadi penerjemah algoritma ke konteks nyata di lapangan. Strategi tidak lagi berhenti di layar dashboard, melainkan benar-benar dijalankan di pabrik, di cabang, di lapangan.
Semua ini menunjukkan bahwa Data Intelligence bukan jargon futuristic, namun nyata, bekerja, dan memberi nilai bisnis.
Apakah AI akan menggantikan manusia dalam membangun strategi?
AI mampu menganalisis ribuan skenario dengan presisi, tapi hanya manusia yang bisa memberi makna, visi jangka panjang, dan pertimbangan etis. AI adalah co-pilot, manusia tetap pilot utama.
Ke depan, strategi tidak lagi statis, AI akan menjadi co-strategist yang akan menguji skenario, memberi opsi terbaik, bahkan melakukan eksperimen digital. Strategi bisnis akan menjadi living system yang belajar, beradaptasi, dan mengoptimalkan diri secara berkelanjutan.
Perjalanan ini bukan sprint, melainkan maraton, setiap langkah kecil membawa organisasi lebih dekat pada strategi yang hidup, strategi yang bukan hanya berbicara tentang masa lalu, tapi membangun masa depan.
“The future of strategy is not about using data, but building with it.”
Sukses selalu buat Anda dan tim!
7 November 2025
Antonius Bambang – Head of Consulting @PT Sarel Sentra Inspira